Konsep-konsep Kepemimpinan Hindu

Kepemimpinan Hindu bersumber dari kitab suci Weda dan diajarkan oleh para orang-orang suci. Kepemimpinan Hindu juga banyak mengacu pada tatanan alam semesta yang merupakan ciptaan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Adapun konsep-konsep Kepemimpinan Hindu yang banyak diajarkan dalam sastra dan susastra-nya antara lain : Sad Warnaning Rajaniti, Catur Kotamaning Nrpati, Tri Upaya Sandi, Pañca Upaya Sandi, Asta Brata, Nawa Natya, Pañca Dasa Paramiteng Prabhu, Sad Upaya Guna, Pañca Satya dan lain-lain. Berikut ini rincian dari konsep-konsep kepemimpinan Hindu.

  1. Sad Warnaning Rajaniti

Sad Warnaning Rajaniti atau Sad Sasana adalah enam sifat utama dan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang raja. Konsep ini ditulis Candra Prkash Bhambari dalam buku “Substance of Hindu Politiy”. Adapun bagian-bagian Sad Warnaning Rajaniti ini adalah :

  • Abhigamika, artinya seorang raja atau pemimpin harus mampu menarik perhatian positif dari rakyatnya.
  • Prajña, artinya seorang raja atau pemimpin harus bijaksana.
  • Utsaha, artinya seorang raja atau pemimpin harus memiliki daya kreatif yang tinggi.
  • Atma Sampad, artinya seorang raja atau pemimpin harus bermoral yang luhur.
  • Sakya samanta, artinya seorang raja atau pemimpin harus mampu mengontrol bawahannya dan sekaligus memperbaiki hal-hal yang dianggap kurang baik.
  • Aksudra Parisatka, artinya seorang raja atau pemimpin harus mampu memimpin sidang para menterinya dan dapat menarik kesimpulan yang bijaksana sehingga diterima oleh semua pihak yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda.
  1. Catur Kotamaning Nrpati

    Catur Kotamaning Nrpati merupakan konsep kepemimpinan Hindu pada jaman Majapahit sebagaimana ditulis oleh M. Yamin dalam buku “Tata Negara Majapahit”.  Catur Kotamaning Nrpatiadalah empat syarat utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Adapun keempat syarat utama tersebut adalah :

  • Jñana Wisesa Suddha, artinya raja atau pemimpin harus memiliki pengetahuan yang luhur dan suci. Dalam hal ini ia harus memahami kitab suci atau ajaran agama (agama agëming aji).
  • Kaprahitaning Praja, artinya raja atau pemimpin harus menunjukkan belas kasihnya kepada rakyatnya. Raja yang mencintai rakyatnya akan dicintai pula oleh rakyatnya. Hal ini sebagaimana perumpamaan singa (raja hutan) dan hutan dalam Kakawin Niti Sastra I.10 berikut ini : Singa adalah penjaga hutan, akan tetapi juga selalu dijaga oleh hutan. Jika singa dengan hutan berselisih, mereka marah, lalu singa itu meninggalkan hutan. Hutannya dirusak binasakan orang, pohon-pohonnya ditebangi sampai menjadi terang, singa yang lari bersembunyi dalam curah, di tengah-tengah ladang, diserbu dan dibinasanakan.
  • Kawiryan, artinya seorang raja atau pemimpin harus berwatak pemberani dalam menegakkan kebenaran dan keadilan berdasarkan pengetahuan suci yang dimilikinya sebagainya disebutkan pada syarat sebelumnya.
  • Wibawa, artinya seorang raja atau pemimpin harus berwibawa terhadap bawahan dan rakyatnya. Raja yang berwibawa akan disegani oleh rakyat dan bawahannya.
  1. Tri Upaya Sandhi

Di dalam Lontar Raja Pati Gundala disebutkan bahwa, seorang pemimpin harus memiliki tiga  upaya agar dapat menghubungkan diri dengan rakyatnya. Adapun bagian-bagian Tri Upaya Sandiadalah :

  • Rupa, artinya seorang raja atau pemimpin harus mengamati wajah dari para rakyatnya. Dengan begitu ia akan tahu apakah rakyatnya sedang dalam kesusahan atau tidak.
  • Wangsa, artinya seorang raja atau pemimpin harus mengetahui susunan masyarakat (stratifikasi sosial) agar dapat menentukan pendekatan apa yang harus digunakan.
  • Guna, artinya seorang raja atau pemimpin harus mengetahui tingkat peradaban atau kepandaian dari rakyatnya sehingga ia bisa mengetahui apa yang diperlukan oleh rakyatnya.
  1. Pañca Upaya Sandhi

Dalam Lontar Siwa Buddha Gama Tattwa disebutkan ada lima tahapan upaya yang harus dilakukan oleh seorang raja dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang menjadi tanggung jawab raja. Adapun bagian-bagian dari Pañca Upaya Sandi ini adalah :

o   Maya, artinya seorang pemimpin perlu melakukan upaya dalam mengumpulkan data atau permasalahan yang masih belum jelas duduk perkaranya (maya).

o   Upeksa, artinya seorang pemimpin harus meneliti dan menganalisis semua data-data tersebut dan mengkodifikasikan secara profesional dan proporsional.

o   Indra Jala, artinya seorang pemimpin harus bisa mencarikan jalan keluar dalam memecahkan persoalan yang dihadapi sesuai dengan hasil analisisnya tadi.

o   Wikrama, artinya seorang pemimpin harus melaksanakan semua upaya penyelesaian dengan baik sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

o   Logika, artinya seorang pemimpin harus mengedepankan pertimbangan-pertimbangan logis dalam menindak lanjuti penyelesaian permasalahan yang telah ditetapkan.

  1. Asta Brata

Asta Brata adalah ajaran kepemimpinan yang diberikan oleh Sri Rama kepada Gunawan Wibhisana sebelum ia memegang tampuk kepemimpinan Alengka Pura pasca kemenangan Sri Rama melawan keangkaramurkaan Rawana. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pustaka Suci Manu Smrti IX.303. Asta Brata ini merupakan delapan landasan sikap mental bagi seorang pemimpin. Adapun delapan bagian Asta Brata tersebut adalah :

ü  Indra Brata, kepemimpinan bagaikan Dewa Indra atau Dewa Hujan; Di mana hujan itu berasal dari air laut yang menguap. Dengan demikian seorang pemimpin berasal dari rakyat harus kembali mengabdi untuk rakyat.

ü  Yama Brata, kepemimpinan yang bisa menegakkan keadilan tanpa pandang bulu bagaikan Sang Hyang Yamadipati yang mengadili Sang Suratma.

ü  Surya Brata, kepemimpinan yang mampu memberikan penerangan kepada warganya bagaikan Sang Surya yang menyinari dunia.

ü  Candra Brata, mengandung maksud pemimpin hendaknya mempunyai tingkah laku yang lemah lembut atau menyejukkan bagaikan Sang Candra yang bersinar di malam hari.

ü  Bayu Brata,  mengandung maksud pemimpin harus mengetahui pikiran atau kehendak (bayu) rakyat dan memberikan angin segar untuk para kawula alit atauwong cilik sebagimana sifat Sang Bayu yang berhembus dari daerah yang bertekanan tinggi ke rendah.

ü  Baruna Brata, mengandung maksud pemimpin harus dapat menanggulangi kejahatan atau peyakit masyarakat yang timbul sebagaimana Sang Hyang Baruna membersihkan segala bentuk kotoran di laut.

ü  Agni Brata, mengandung maksud pemimpin harus bisa mengatasi musuh yang datang dan membakarnya sampai habis bagaikan Sang Hyang Agni.

ü  Kwera atau Prthiwi Brata, mengandung maksud seorang pemimpin harus selalu memikirkan kesejahteraan rakyatnya sebagaimana bumi memberikan kesejahteraan bagi umat manusia dan bisa menghemat dana sehemat-hematnya seperti Sang Hyang Kwera dalam menata kesejahteraan di kahyangan.

  1. Nawa Natya

Dalam Lontar Jawa Kuno yang berjudul “Nawa Natya” dijelaskan bahwa ada sembilan kriteria yang harus diperhatikan oleh seorang pemimpin dalam memilih para pembantunya. Adapun kesembilan kriteria itu adalah :

  • Prajña Nidagda (bijaksana dan teguh pendiriannya).
  • Wira Sarwa Yudha (pemberani dan pantang menyerah dalam setiap medan perang)
  • Paramartha (bersifat mulia dan luhur)
  • Dhirotsaha (tekun dan ulet dalam setiap pekerjaan)
  • Wragi Wakya (pandai berbicara atau berdiplomasi)
  • Samaupaya (selalu setia pada janji)
  • Lagawangartha (tidak pamrih pada harta benda)
  • Wruh Ring Sarwa Bastra (bisa mengatasi segala kerusuhan)
  • Wiweka (dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk)
  1. Pañca Dasa Pramiteng Prabhu

Dalam Lontar Negara Kertagama, Rakawi Prapañca menuliskan keutamaan sifat-sifat Gajah Mada sebagai Maha Patih Kerajaan Majapahit. Sifat-sifat utama itu pula yang menghantarkan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Sifat-sifat utama tersebut ada 15 yang disebut sebagai Pañca Dasa Pramiteng Prabhu. Adapun kelima belas bagian dari Pañca Dasa Pramiteng Prabhu tersebut adalah :

  • Wijayana (bijaksana dalam setiap masalah)
  • Mantri Wira (pemberani dalam membela negara)
  • Wicaksananengnaya (sangat bijaksana dalam memimpin)
  • Natanggwan (dipercaya oleh rakyat dan negaranya)
  • Satya Bhakti Prabhu (selalu setia dan taat pada atasan)
  • Wagmiwak (Pandai bicara dan berdiplomasi)
  • Sarjawa Upasama (sabar dan rendah hati)
  • Dhirotsaha (teguh hati dalam setiap usaha)
  • Teulelana (teguh iman dan optimistis)
  • Tan Satrsna (tidak terlihat pada kepentingan golongan atau pribadi)
  • Dibyacita (lapang dada dan toleransi)
  • Nayakken Musuh (mampu membersihkan musuh-musuh negara)
  • Masihi Samasta Bawana (menyayangi isi alam)
  • Sumantri (menjadi abdi negara yang baik)
  • Gineng Pratigina (senantiasa berbuat baik dan menghindari pebuatan buruk)
  1. Sad Upaya Guna

Dalam Lontar Rajapati Gondala dijelaskan ada enam upaya yang harus dilakukan oleh seorang raja dalam memimpin negara. Keenam upaya ini disebut juga sebagai Sad Upaya Guna. Adapun keenam upaya tersebut adalah : Siddhi (kemampuan bersahabat);Wigrha (memecahkan setiap persoalan); Wibawa (menjaga kewibawaan); Winarya (cakap dalam memimpin); Gascarya(mampu menghadapi lawan yang kuat) dan Stanha (menjaga hubungan baik). Dalam lontar yang sama disebutkan pula ada 10 macam orang yang bisa dijadikan sahabat oleh Pemimpin. Kesepuluh macam tersebut adalah orang yang :

  1. Satya (jujur)
  2. Arya (orang besar/mulia)
  3. Dharma (baik)
  4. Asurya (dapat mengalahkan musuh)
  5. Mantri (bisa mengabdi dengan baik)
  6. Salya Tawan (banyak kawannya)
  7. Bali (kuat dan sakti)
  8. Kaparamarthan (mempunyai visi yang jelas)
  9. Kadiran (tetap pendiriannya)
  10. Guna (banyak ilmunya)
  11. Pañca Satya

Selain upaya, sifat dan kriteria sebagaimana yang telah disebutkan di atas, masih ada satu lagi landasan bagi pemimpin Hindu dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Landasan ini ada lima yang dikenal sebagai Pañca Satya. Lima Satya ini harus dijadikan sebagai landasan bagi seorang pemimpin Hindu di manapun dia berada. Kelima landasan itu adalah :

  1. Satya Hrdaya (jujur terhadap diri sendiri / setia dalam hati)
  2. Satya Wacana (jujur dalam perkataan / setia dalam ucapan)
  3. Satya Samaya (setia pada janji)
  4. Satya Mitra (setia pada sahabat)
  5. Satya Laksana (jujur dalam perbuatan)

Kelima ini juga harus dijadikan pedoman dalam hidupnya. Sehingga ia akan menjadi seorang pemimpin yang hebat, berwibawa, disegani dan sebagainya. Tingkat keberhasilan dari seorang pemimpin dalam memimpin itu sendiri ditentukan oleh dua faktor, yaitu : faktor usaha manusia (Manusa atau jangkunging manungsa) dan faktor kehendak Tuhan (Daiwa atau jangkaning Dewa). Sementara tingkat keberhasilannya bisa berupa penurunan (Ksaya), tetap atau stabil (Sthana) dan peningkatan atau kemajuan (Vrddhi).

Kepemimpinan Hindu dan Nīti Sāstra

1. Pengertian Kepemimpinan

Pemimpin adalah orang yang memimpin dan diberikan mandat oleh sekelompok orang untuk dijadikan panutan dan mampu bekerja sama dan mempunyai kemampuan dalam menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan Kepemimpinan adalah sekumpulan kemampuan yang dimiliki seorang pemimpin baik berupa kepribadian, sifat dan wibawa yang merupakan seni dalam menggerakkan orang lain untuk mengikuti perintah dan tugas yang diberikan dalam mencapai tujuan bersama, tanpa ada unsur paksaan. Atau dengan kata lain kepemimpinan juga dapat diartikan sebagai sistem mengkoordinasikan, kemampuan mengadakan perencanaan, kemampuan menggerakkan dan mengadakan pengawasan.

2. Pengertian Nīti Sāstra

Kitab atau susastra Hindu yang banyak mengulas tentang konsep-konsep kepemimpinan termasuk etika dan moral di dalamnya disebut dengan kitab “Nīti Sāstra”. Kata ini berasal dari Kata Sanskerta “Niti” yang berarti bimbingan, dukungan, bijaksana, kebijakan, etika. Sedangkan “sastra“ berarti perintah, ajaran, nasihat, aturan, teori, dan tulisan ilmiah. Berdasarkan uraian di atas, maka kata Nīti Sāstra berarti ajaran pemimpin. Dengan demikian ruang lingkup Nīti Sāstra tentu sangat luas mencakup pula etika, moralitas, sopan santun dan sebagainya. Dari pemahaman etimologi tersebut maka “Nīti Sāstra” dapat diartikan sebagai keseluruhan sastra yang memberikan ketentuan, bimbingan, arahan bagi umat manusia dalam berbagai aspek kehidupan agar menjadi lebih teratur, terarah, dan lebih baik dengan berlandaskan pada nilai-nilai moral Agama Hindu.

                        Untuk memahami kepemimpinan Hindu atau kepemimpinan yang universal, seseorang dianjurkan untuk mempelajari Nīti Sāstra. Mengingat, pengetahuan dan pemahaman sejarah/ konsep pemikiran Hindu (Nīti Sāstra) di bidang Politik, ketatanegaraan, ekonomi, dan hukum yang masih relevan sampai kini. Konsep-konsep tersebut adalah sumber penting yang memberi kontribusi perkembangan konsep-konsep selanjutnya  di India, Asia bahkan dunia. Adapun kontribusi Nīti Sāstra dalam peradaban global antara lain :

  • Pemikiran dalam Nīti Sāstra dapat memberi masukan penting berupa konsep dan nilai positif dalam pengembangan, pembaharuan, penyusunan kembali konsep-konsep politik, ketatanegaraan, ekonomi, peraturan hukum era kini.
  • Usaha menggali, mengangkat nilai-nilai Hindu sebagai sumbangan Hindu dalam percaturan dunia keilmuan. Paradigma sosial bahwa politik itu kotor dapat hilang.

 

Niti Sastra

NITI SASTRA

  • Pengertian Niti Sastra

Kata Niti Sastra memang sudah tidak asing lagi dikalangan tokoh terpelajar, akan tetapi bagi masyarakat yang awam masih terasa asing dengan kata ini. Pada masyarakat Hindu di Bali lebih mengenal dengan istilah Kekawin Niti Sastra. Kekawin Niti Sastra berisikan tentang ilmu kepemimpinan yang bisa digunakan dan diterapkan kedalam kehidupan masyarakat dan pendidikan. Banyak tokoh yang mengatakan bahwa Niti Sastra adalah ajaran tentang ilmu politik, dan tidak sedikit juga berpandangan bahwa Niti Sastra berarti ilmu kepemimpinan. Berikut pandangan para ahli mengenai ajaran Niti Sastra:

Anandakusuma (1986) dalam kamus bhasa Balinya mengatakan bahwa Niti berarti undang-undang mengatur negeri sedangkan sastra berarti pelajaran agama dan pelajaran dharma.

Menurut Athur Antoni Macdonell mengatakan bahwa Niti Sastra berasal dari kata Niti dan Sastra. Niti dalam bahasa sansekertanya berarti kebijaksanaan duniawi atau juga berarti “etika sosial politik” Niti juga berarti menuntun. Sedangkan sastra diartikan doa berarti pujaan.

Menurut Dr. Rajendra Misrhra pengetahuan Niti Sastra adalah ditactic poem atau Upadesa Kavya yaitu karya sastra yang bersifat mendidik.

Dari sekian banyak pandangan mengenai Niti Sastra dapat disimpulkan bahwa Niti Sastra berarti ilmu pengetahuan tentang moralitas yang mengajarkan tentang bagaimana mendidik, membimbing, memimpin, bertingkal laku serta menjalani kehidupan berdasarkan dharma atau kebenaran.

 

  • Rsi Canakya

Dari beberapa pendapat para ahli memang meragukan bahwa yang menyusun Kitab Arthasastra adalah Canakya. Beliau juga mengakui bahwa penyusunan karyanya berdasarkan atas kitab-kitab serupa pada masa lalu. Penyusunan kitab Arthasastra memang sangatlah banyak ditemukan dan selalu bertuliskan tentang Canakya didalamnya. Rupanya ini ada kaitannya tentang ramalan bahwa Canakya adalah penghancur Raja Nanda yang ada dalam kitab-kitab Purana yaitu Visnu Purana dan Bhagavata Purana. Dari ramalan tersebut dapat disimpulkan bahwa memang benar Canakya yang menghancurkan Raja Nanda dan menempatkan Candragupta sebagai Raja. Canakya juga disebut dengan Wisnugupta yang berarti seorang menteri negara, ahli politik, tokoh agamawan (Brahmana) adalah orang yang dianggap sebagai penulis karya yang agung.

 

  • Tujuan Ajaran Niti Sastra

Berbicara mengenai ruang lingkup tentu saja Niti sastra mencakup ruang lingkup yang sangat luas. Cakupannya adalah dalam segi Pemerintahan, Kepemimpinan, Moralitas, Perekonomian, Bhakti dan segala yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari. Tujuan mepelajari Niti Sastra adalah agar tercapainya tujuan dharma atau disebut dengan dharma Sidhyartha. Dalam mencapai kebenaran hendaknya harus mempertimbangkan lima unsur yang disebut dengan Iksa, Sakti, Desa, Kala dan Tattwa. Dengan tercapainya Dharma Sidhyartha Hindu juga mempunyai tujuan yaitu mencapai Dharma, Artha, Kama dan Moksa.

 

  • Niti Sastra dalam Diri

          Ajaran Niti Sasrta hendaknya dipahami dan diterapkan dalam diri kita terlebih dahulu sehingga kita mudah memberikan contoh kepada oranglain sebelum masuk ke masyarakat. Ada tiga perbuatan dalam diri yang harus disucikan atau yang sering disebut dengan Tri Kaya Parisudha yaitu Manacika Parisudha (berfikir yang baik), Wacika Parisudha (berkata yang baik), Kayika Parisudha (berbuat baik).

Niti Sastra Dalam Keluarga

Keluarga adalah bagian terdekat dalam hidup kita, karena bersama mereka kita habiskan sisa waktu kita. Baik buruknya keluarga akan berpengaruh dalam diri kita. Kita sebagai anggota keluarga hendaknya berusaha selalu menciptakan suasana yang enak dalam keluarga.

  1. Peran seorang Suami/ayah

Dalam keluarga hendaknya ayah selalu berperan menjadi kepala keluarga, yang bertugas melindungi dan membimbing keluarganya. Seorang ayah hendaknya memberikan bekal kepada putra-putrinya untuk meniti masa depannya. Bekal yang diberikan tidak hanya berupa materi melainkan pengetahuan. Karena pengetahuan tidak akan pernah habis, dan dengan pengetahuan juga akan membuat orang di hormati.

  1. Peran seorang Istri

Seorang ibu yang baik harus bisa melayani suami serta anak-anaknya dengan tulus iklas. Suami serta putranya adalah tempat bergantung seorang istri apabila sudah tua nanti. Baik atau buruknya seorang istri akan berpengaruh kepada suami serta anak-anaknya, hendaknya seorang istri harus memiliki sifat yang suci dan mulia.

  1. Tugas seorang Putra

Seorang putra ataupun putri yang dilahirkan dalam keluarga tentu akan melewati empat tahapan yang sering disebut Catur Asrama. Pada seorang putra yang belum menikah dikatakan dalam masa Brahmacari yaitu masa menuntut ilmu. Ketika memasuki masa Brahmacari hendaknya memusatkan pikiran sepenuhnya pada ilmu pengetahuan agar ilmu yang didapat sempurna hasilnya.

 

  • Niti Sastra dalam Masyarakat

Penerapan ajaran Niti sastra dimasyarakat sudah ada sejak zaman dahulu meski belum diketahui sesungguhnya itu merupakan ajaran Niti Sastra. Karena pada masyarakat terdiri dari banyak keluarga dan memiliki pola pikir yang berbeda maka agak susah untuk menerapkan ajaran sastra kecuali mereka yang mengerti tentang makna sastra. Pada kehidupan dimasyarakat terdapat banyak sekali orang yang memiliki sifat-sifat yang berbeda, ada yang bersifat baik, ada juga yang bersifat kurang baik. Dengan pengetahuan seseorang mampu memilah mana yang baik dan mana yangkk kurang baik. Jadi hendaknya pengetahuan harus selalu dipraktekkan untuk membantu ses;ama.

  1. Memilih Sahabatkk

kSahabat yang sejati adalah sahabat yang selalu datang dan menyelamatkan seseorang dkalam keadaan apapun. Tujuan memiliki sahabat adalah untuk berbagi antar suka dan duka. Dalam memilih sahabat juga harus mempertimbangkan banyak hal, jangan sampai memiliki sahabat yang hanya memanfaatkan kita saja.

  1. Kewaspadaan

Kewaspadaan menuntun seseorang untuk selalu berkata, bersikap, dan melakukan seseuatu dengan hati-hati. Dengan kewaspadaan seseorang bisa mencapai atau meraih suatu keberhasilan. Sikap yang selalu waspada pada diri seseorang itu sangat diperlukan kapanpun dan dimanapun.

  1. Kebahagiaaan

Semua makhluk yang masih mempunyai pemikiran pasti menginginkan kebahagiaan. Beranekaragam hal yang bisa membuat orang menjadi bahagia. Kebahagiaan itu akan hilang apabila orang tersebut selalu melihat hal yang lebih dengan ego dan tanpa mensyukuri apa yang dimiliki.

 

  • Kepemimpinan Hindu
  1. Pengertian Pemimpin

Pemimpin berarti oarang yang memimpin atau menuntun, juga memiliki padanan kata dalam bahasa Ingris yaitu leader. Sedangkan Kepemimpinan adalah suatu kemampuan dalam membimbing atau menuntun yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Sifat sebagai seorang pemimpin sudah ada semenjak kita dilahirkan. Menurut Dr. Kartini Kartono (dalam Sudhardana, 2008;33) dikatakn bahwa ada tiga teori yang menonjol yang menjelaskan seorang pe.mimpin, yakni: Teori genetis, teori sosial, dan teori ekologis.

  1. Peranan Seorang Pemimpin

Dalam Niti Sastra diajarkan bagimana bersikap menjadi seorang pemimpin dan bagaimana bertindak sebagai seorang pemimpin. Pemimpin memiliki wewenang untuk mensejahterakan orang yang dipimpinnya. Pemimpin yang baik tidak pernah memikirkan drinya sendiri, akan tetapi lebih mementingkan kepentingan umum dibandingkan kepentingan pribadi. Dalam memimpin hendaknya dilakukan dengan sepenuh hati, dan jangan memimpin hanya untuk mencari keuntungan saja. Menjadi pemimpin harus siap menanggung resiko apapun demi menjalankan tugas negaranya.

  1. Syarat-syarat Pemimpin

Setiap orang bisa untuk menjadi seorang pemimpin, akan tetapi tidak semua orang bisa memi

mpin dengan baik. Dalam kitab Arthasastra dikatakan bahwa seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat Uthana (giat) dan jangan memiliki sifat Pramada (lengah). Dalam sastra Hindu dikatakan seorang Pemimpin harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut: Catur Pariksa, Panca Stiti Dharmaning Prabhu, Sad Warnaning Rajaniti, Catur Kotamaning Nrpati, Tri Upaya Sandhi, Panca Upaya Sandhi, Asta Brata, Nawa Natya, Panca Dasa Pramiteng Prabhu, Sad Upaya Guna, Panca Satya.

 

  • Catur Warna

Pandangan Catur Varna di masyarakat masih belum sepenuhnya dipahami. Titik lemah menghitami agama Hindu adalah penyimpangan pengertian Varna yang sebenarnya menurut kitab suci Veda, menjadi kasta yang berarti keturunan. Sesungguhnya kedudukan kasta dengan Varna adalah berbeda. Istilah Kasta dibuat oleh bangsa Portugis ketika menjajah Bali. Mereka membuat Kasta untuk memecah belah masyarakat yang ada di Bali. Sedangkan Varna memang diatur dalam kitab suci agama Hindu. Dalam kitab suci agama Hindu dikenal dalm istilah Catur Varna, kata Varna berarti sifat dan bakat kelahiran dalam mengabdi kepada masyarakat berdasarkan kecintaan yang menimbulkan kegairahan kerja (Sudharta dan Atmaja, 2001:49). Jadi Varna memiliki arti empat golongan kerja berdasarkan profesin.ya di Masyarakat. Adapun keempat golongan tersebut adalah: Brahmana, Ksatriya, Waisya, dan Sudra. Keempat golongan Varna adalah memiliki kedudukan yang sama di mata Tuhan, karena semua itu adalah ciptaan-Nya.

  1. Bramana

Brahmana ialah golongan karya yang setiap orangnya memiliki ilmu pengetahuan suci dan mempunyai bakat kelahiran untuk mensejahterakan masyarakat, Negara dan umat manusia dengan jalan mengamalkan ilmu pengetahuannya dan dapat memimpin upacara keagamaan. Beliau yang bisa desebut sebagai Brahmana tidak hanya yang memiliki profesi sebagai Pandita, melainkan sastrawan yang memiliki keahlian Veda juga bisa disebut Brahmana.

  1. Ksatriya

Ksatrya adalah golongan karya yang setiap orangnya yang memiliki kewibawaan cinta tanah air serta bakat kelahiran untuk memimpin dan mempertahankan kesejahteraan masyarakat, Negara dan umat manusia berdasarkan dharmanya. Golongan Brahmana dan golongan Ksatruya sama-sama sebagai seorang pemimpin, akan tetapi yang membedakannya adalah Brahmana memimpin upacara Yadnya dan Ksatriya memimpin Rakyatnya.

  1. Vaisya

Vaisya ialah golongan karya yang setiap orangnya memiliki watak-watak tekun, trampil, hemat, cermat, dan keahlian serta bakat kelahiran untuk menyelenggarakan kemakmuran masyarakatn kenegaraan dan kemanusiaan. Mereka yang bisa disebut vaisya adalah seperti pedagang, peternak dan pengusaha.

  1. Sudra

Sudra ialah golongan karya yang setiap orangnya memiliki kekuatan jasmaniah, ketaatan serta kelahiran untuk sebagai pelaku utama dalam tugas-tugas memakmurkan masyarakat Negara dan umat manusia atas petunjuk-petujuk golongan karya lainnya. Mereka yang termasuk golongan Sudra adalah: petani, buruh, pelayan dan pekerja lainnya.

 

  • Bhakti Dalam Niti Sastra

Agama Hindu memiliki keyakinan kepada Tuhan Yang maha Esa. Selain kepada Tuhan, ada empat keyakinan lagi yang sering disebut Panca Sradha. Panca Sradha berarti lima keyakinan atau kepercayaan. Kelimka kepercayaan itu antara lain:

  • Percaya dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa).
  • Percaya dengan Atma
  • Percaya dengan hukum Karma Phala
  • Percaya dengan Punarbawa (reingkarnasi)
  • Percaya dengan Moksa (pelepasan)

Lima keyakinan atau Sradha diatas sebagai dasar umat Hindu melaksanakan Bhakti. Bhakti merupakan wujud cinta kasih serta penyerahan diri sepenuhnya kepada Ida Sang Hyang Widhi. Penyerahan diri dilakukan berdasarkan pemahaman serta keyakinan bahwa sesungguhnya apa yang ada dalam diri manusia adalah diciptakan oleh Beliau. Dalam pelaksanaa Bhakti kepada Tuhan, dilakukan dengan tiga cara yang disebut dengan Tri Kerangka Dasar Agama Hindu. Ketiga kerangka dasar tersebut antara lain: Tattwa/Filsafat, Etika/Susila, dan Ritual/Upacara.Ketiga ke4rangka dasar tersubutmerupakan wujud jalan Bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Seberapa besarpun penerapannya tanpa didasari rasa Bhakti tidak akan ada gunanya. Bhakti adalah sebagai dasar dari segala persembahan yang dilakukan karena Bhakti merupakan ketulus iklasan yang bersal dari lubuk hati yang paling dalam.

 

  • Wanita Dalam Niti Sastra
  1. Kedudukan Wanita dan Sastra Hindu

Dalam sastra Hindu wanita memiliki kedudukan yang sangat uatama dfalam kehidupan. Wanita dikatakan sebagai sumber kehidupan, kedamaian, serta kebahagiaan. Seperti diuraikan dalam kitab Manawa Dharmasastra III.56 diuraikan pandangan terhadap hakikat wanita yaitu:

Yatra naryastu pujyante

            Ramante tartra dewatah

            Yatraitastu na pujyante

            Sarvastalah kriyah

Terjemahan:

Diman wanita dihormati disanalah para Dewa senang dan melimpahkan anugrahnya. Dimana wanita tidak dihormati tidak ada upacar suci apapun yang memberikan pahala mulia (sudharta, 2009;105).

Wanita memiliki peranan yang sangat mulia karena telah berjuang sampai mempertaruhkan nyawa hanya untuk melahirkan seorang putra. Kakekat wanita lebih istimewa dibandingkan laki-laki, karena wanita memiliki peran yang multifungsi yaitu bisa menjadi seorang ibu yang bisa melahirkan dan bisa menjadi seorang ayah yang membesarkan dan menjaga putranya. Disamping sosok wanita yang agung dan mulia, ridah sedikit yang mengatakan wanita adalah sumber kesengsaraan bagi manusia. Dalam saastra diuraikan bahwa ada tiga hal penyebab kehancuran bagi seseorang yaitu Harta, Tahta dan Wanita. Wanita dikatakan sebagai sumber kehancuran bagi laki-laki karena dengan kecantikannya wanita akan memikat laki-laki dan tidak sedikit laki-laki yang rela melakukan apa saja demi wanita.

  1. Swadharma Wanita

Wanita dan laki-laki dalam hindu memiliki tugas yang berbeda, baik dalam masa Brahmacari maupun sudah memasuki Grahasta. Selain tugas serta wewenang, wanita dan laki-laki juga memiliki sifat yang berbeda. Wanita sangat diperhatikan sebagai penerus keturunan dan sekaligus sarana terwujudnya Punarbawa atau reinkarnasi, sebagai salah satu srdha (kepercayaan/keyakinan Hindu.

  • Wanita pada masa Brahmacari

Masa Brahmacari adalah masa belajar, bisa juga dikatakan masa menuntut ilmu pengetahuan. Pada masa Brahmacari hendaknya seseorang bisa mengendalikan indriya-indriyanya. Wanita ketika memasuki masa-masa Brahmacari sama halnya dengan memasuki masa-masa yang rentan karena apabila benar melangkah ia akan menjadi emas dan apabila salah melangkah ia akan menjadi sampah. Mengingat demikian penting dan sucinya kedudukan wanita dalam rumah tangga, maka para orang tua memberikan perhatian khusus dibidang pendidikan dan pengajaran kepada anak wanita sejak kecil.

  • Wanita dalam masa Grahasta

Perikahan atau wiwaha dalam ajaran Hindu adalah Yajna dan perbuatan dharma. Wiwaha merupakan momentum awal dari Grahasta Ashram yaitu tahap kehidupan berumah tangga. Ketika sudah memasuki masa-masa Grahasta seorang wanita bisa disebut dengan istilah istri, dan apabila sudah memiliki putra bisa disebut dengan seorang ibu. Ketika sudah memasuki masa Grahasta tugas seorang wanita pun berbeda dengan masa brahmacari. Tugas seorang wanita ketika menjadi istri adalah melayani suami dan anak-anaknya.

  1. Memperlakukan dan Menjaga Wanita

Wanita adalah makhluk yang kuat tetapi bisa menjadi sangat lemah baik dilihat secara fisik maupun psikis. Kelemahan pada wanita memberikan ciri bahwa ia memiliki sifat atau naluri yang lembut. Akan tetapi kelemahan dan kelembutannya bisa mengakibatkan kebahagiaan ddan juga kesengsaraan. Maka dari itu hendahnya seorang wanita harus dilindungi agar terciptanya keharmonisan dalam keluarga. Orang yang bertugas melindungi wanita yang tertera dalam Manawa Dharmasastra, IX. 3,6 dan 9: Ayah, Suami, dan Anak Lai-laki.

 

  • Pengetahuan Dalam Niti Sastra

Artha yang paling abadi dan tak mungkin bisa dicuri oleh orang lain adalah pengetahuan. Dibandingkan dengan orang yang memiliki banyak harta benda, orang yang memiliki pengetahuan lebih dihormati dan dikenang. Orang yang memiliki ilmu pengetahuan akan selalu siap ditempatkan dimana saja, dan dengan mudah akan menyesuaikan diri dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan. Walaupun seseorang dikatakan kurang memiliki pengetahuan bukan berarti ia adalah orang bodoh seorang bisa mencari ilmu pengetahuan dengan cara belajar yang lebih tekun dan serius. Hambatan bagi seseorang yang ingin mendapatkan pengetahuan sesungguhnya adalah dirinya sendiri yaitu rasa malas. Selain karena faktor kemalasan diri sendiri dan faktor kelahiran juga dikarenakan faktor-faktor yang lainnya. Dalam Kekawin Niti sastra Sargah XIV, sloka 3 dan 4 dikatakan ada enam hambatan atau musuh seseorang dalam memperoleh ilmu pengetahuan yaitu:

  1. Kelalaian
  2. Kebiasaan melakukan hal-hal yang buruk atau dusta
  3. Penyakit atau kelemahan badan atau fisik
  4. Pada orang yang masih muda yaitu gila asmara dan berzinah
  5. Kemiskinan terus menerus
  6. Berjudi

Keenam musuh diatas sangatlah menjadi penghalang bagi seseorang yang ingin mendapatkan ilmu pengetahuan. Karena keenam musuh tersebut bisa mencuri pikiran seseorang, dan ilmu pengetahuan bisa didapat dengan pikiran yang suci dan jernih.

 

Berbohong yang Dibenarkan

Setiap orang yang hidup di dunia ini pasti pernah melakukan kebohongan, yang membedakannya adalah besar dan kecilnya tingkat kebohongan tersebut. Walaupun kebohongan dikatakan sebagai perbuatan yang kurang baik, akan tetapi terkadang kita juga harus berbohong demi kebaikan. Selama kebohongan yang dilakukian untuk suatu kebaikan itu bisa dibenarkan.

 

Dengan demikian kebohongan yang bisa dibenarkan dlam kehidupan sehari-hari yaitu:

  1. Berbohong kepada orang sakit
  2. Berbohong kepada anak kecil
  3. Berbohong kepada musuh yang mengancam
  4. Berbohong kepada orang jahat
  5. Berbohong demi menyelamatkan nyawa seseorang
  6. Berbohong pada saat bercumbu rayu
  7. Berbohong pada saat bercanda
  8. Berbohong disaat bergadang

Dosa dari kebohongan yang dilakukan tidak sepenuhnya diterima asalkan didasari dengan keinginan untuk kebaikan.

 

  • Nilai Dharma

Pandangan dari para tokoh agama maupun masyarakat mengatakan bahwa Dharma adalah suatu yang bersifat baik atau kebenaran. Baik tingkah laku, perkataan serta pikiran harus berlandaskan atas kebenaran. Setiap orang terlahir di dunia ini diwajibkan untuk berbuat Dharma. Karena Dharma merupakan jalan untuk mencapai kebahagiaan. Hidup adalah untuk berbuat Dharma, karena dharma adalah satu-satunya bekal ketika kita meninggal nanti. Apabila dharma yang kita lakukan selama di dunia maka surga lah tempat kita, begitu juga sebaliknya apabila Adharma yang lebih dominan maka neraka lah rumah kita nanti. Ketika berbicara Dharma atau kebenaran itu bersifat relatif. Benar menurut kita sendiri dan belum tentu benar menurut orang lain. Pada dasarnya Dharma atau kebenaran memiliki lima dasar yang dijadikan acuan. Kelima dasar tersebut adalah:

  1. Sruti
  2. Smerti
  3. Sila
  4. Sadacara/acara
  5. Atmanastuti

Melaksanakan Dharma harus berdasarkan dari ketulusan hati yang paling dalam. Walaupun itu kecil akan tetapi dilaksanakan dengan keinginan yang tulus makan akan menjadi besarlah dharma itu, begitu juga sebaliknya walau sebesar apapun perbuatan apabila tidak dilandasi ketulusan maka tidak akan ada artinya. Mati dalam melakukan kewajiban kita adalah suatru hal yang agung dan sebaliknya Dharma yang seharusnya menjadi hak orang lain malahan akan menimbulakan bahaya spiritual bagi kita, seandainya kita memaksakannya juga. Jadi seorang yang bersifat Brahmana tidak perlu melakukan pekerjaan seorang waishya, dan begitu pula sebaliknya. Tidak ada masalah bagi Yang Maha Esa mengenai tinggi – rendahnya nilai suatu pekerjaan atau kewajiban, semuanya bagi Yang Maha Esa sama saja sifatnya.Tetapi mengerjakan kewajiban kita masing-masing secara baik dan penuh dedikasi nilanya lebih baik untuk kepuasan bantin kita sendiri, dan secara spiritual berkatNya ditentukan olehNya sesuai dengan kehendakNya juga.