Konsep-konsep Kepemimpinan Hindu

Kepemimpinan Hindu bersumber dari kitab suci Weda dan diajarkan oleh para orang-orang suci. Kepemimpinan Hindu juga banyak mengacu pada tatanan alam semesta yang merupakan ciptaan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Adapun konsep-konsep Kepemimpinan Hindu yang banyak diajarkan dalam sastra dan susastra-nya antara lain : Sad Warnaning Rajaniti, Catur Kotamaning Nrpati, Tri Upaya Sandi, Pañca Upaya Sandi, Asta Brata, Nawa Natya, Pañca Dasa Paramiteng Prabhu, Sad Upaya Guna, Pañca Satya dan lain-lain. Berikut ini rincian dari konsep-konsep kepemimpinan Hindu.

  1. Sad Warnaning Rajaniti

Sad Warnaning Rajaniti atau Sad Sasana adalah enam sifat utama dan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang raja. Konsep ini ditulis Candra Prkash Bhambari dalam buku “Substance of Hindu Politiy”. Adapun bagian-bagian Sad Warnaning Rajaniti ini adalah :

  • Abhigamika, artinya seorang raja atau pemimpin harus mampu menarik perhatian positif dari rakyatnya.
  • Prajña, artinya seorang raja atau pemimpin harus bijaksana.
  • Utsaha, artinya seorang raja atau pemimpin harus memiliki daya kreatif yang tinggi.
  • Atma Sampad, artinya seorang raja atau pemimpin harus bermoral yang luhur.
  • Sakya samanta, artinya seorang raja atau pemimpin harus mampu mengontrol bawahannya dan sekaligus memperbaiki hal-hal yang dianggap kurang baik.
  • Aksudra Parisatka, artinya seorang raja atau pemimpin harus mampu memimpin sidang para menterinya dan dapat menarik kesimpulan yang bijaksana sehingga diterima oleh semua pihak yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda.
  1. Catur Kotamaning Nrpati

    Catur Kotamaning Nrpati merupakan konsep kepemimpinan Hindu pada jaman Majapahit sebagaimana ditulis oleh M. Yamin dalam buku “Tata Negara Majapahit”.  Catur Kotamaning Nrpatiadalah empat syarat utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Adapun keempat syarat utama tersebut adalah :

  • Jñana Wisesa Suddha, artinya raja atau pemimpin harus memiliki pengetahuan yang luhur dan suci. Dalam hal ini ia harus memahami kitab suci atau ajaran agama (agama agëming aji).
  • Kaprahitaning Praja, artinya raja atau pemimpin harus menunjukkan belas kasihnya kepada rakyatnya. Raja yang mencintai rakyatnya akan dicintai pula oleh rakyatnya. Hal ini sebagaimana perumpamaan singa (raja hutan) dan hutan dalam Kakawin Niti Sastra I.10 berikut ini : Singa adalah penjaga hutan, akan tetapi juga selalu dijaga oleh hutan. Jika singa dengan hutan berselisih, mereka marah, lalu singa itu meninggalkan hutan. Hutannya dirusak binasakan orang, pohon-pohonnya ditebangi sampai menjadi terang, singa yang lari bersembunyi dalam curah, di tengah-tengah ladang, diserbu dan dibinasanakan.
  • Kawiryan, artinya seorang raja atau pemimpin harus berwatak pemberani dalam menegakkan kebenaran dan keadilan berdasarkan pengetahuan suci yang dimilikinya sebagainya disebutkan pada syarat sebelumnya.
  • Wibawa, artinya seorang raja atau pemimpin harus berwibawa terhadap bawahan dan rakyatnya. Raja yang berwibawa akan disegani oleh rakyat dan bawahannya.
  1. Tri Upaya Sandhi

Di dalam Lontar Raja Pati Gundala disebutkan bahwa, seorang pemimpin harus memiliki tiga  upaya agar dapat menghubungkan diri dengan rakyatnya. Adapun bagian-bagian Tri Upaya Sandiadalah :

  • Rupa, artinya seorang raja atau pemimpin harus mengamati wajah dari para rakyatnya. Dengan begitu ia akan tahu apakah rakyatnya sedang dalam kesusahan atau tidak.
  • Wangsa, artinya seorang raja atau pemimpin harus mengetahui susunan masyarakat (stratifikasi sosial) agar dapat menentukan pendekatan apa yang harus digunakan.
  • Guna, artinya seorang raja atau pemimpin harus mengetahui tingkat peradaban atau kepandaian dari rakyatnya sehingga ia bisa mengetahui apa yang diperlukan oleh rakyatnya.
  1. Pañca Upaya Sandhi

Dalam Lontar Siwa Buddha Gama Tattwa disebutkan ada lima tahapan upaya yang harus dilakukan oleh seorang raja dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang menjadi tanggung jawab raja. Adapun bagian-bagian dari Pañca Upaya Sandi ini adalah :

o   Maya, artinya seorang pemimpin perlu melakukan upaya dalam mengumpulkan data atau permasalahan yang masih belum jelas duduk perkaranya (maya).

o   Upeksa, artinya seorang pemimpin harus meneliti dan menganalisis semua data-data tersebut dan mengkodifikasikan secara profesional dan proporsional.

o   Indra Jala, artinya seorang pemimpin harus bisa mencarikan jalan keluar dalam memecahkan persoalan yang dihadapi sesuai dengan hasil analisisnya tadi.

o   Wikrama, artinya seorang pemimpin harus melaksanakan semua upaya penyelesaian dengan baik sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

o   Logika, artinya seorang pemimpin harus mengedepankan pertimbangan-pertimbangan logis dalam menindak lanjuti penyelesaian permasalahan yang telah ditetapkan.

  1. Asta Brata

Asta Brata adalah ajaran kepemimpinan yang diberikan oleh Sri Rama kepada Gunawan Wibhisana sebelum ia memegang tampuk kepemimpinan Alengka Pura pasca kemenangan Sri Rama melawan keangkaramurkaan Rawana. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pustaka Suci Manu Smrti IX.303. Asta Brata ini merupakan delapan landasan sikap mental bagi seorang pemimpin. Adapun delapan bagian Asta Brata tersebut adalah :

ü  Indra Brata, kepemimpinan bagaikan Dewa Indra atau Dewa Hujan; Di mana hujan itu berasal dari air laut yang menguap. Dengan demikian seorang pemimpin berasal dari rakyat harus kembali mengabdi untuk rakyat.

ü  Yama Brata, kepemimpinan yang bisa menegakkan keadilan tanpa pandang bulu bagaikan Sang Hyang Yamadipati yang mengadili Sang Suratma.

ü  Surya Brata, kepemimpinan yang mampu memberikan penerangan kepada warganya bagaikan Sang Surya yang menyinari dunia.

ü  Candra Brata, mengandung maksud pemimpin hendaknya mempunyai tingkah laku yang lemah lembut atau menyejukkan bagaikan Sang Candra yang bersinar di malam hari.

ü  Bayu Brata,  mengandung maksud pemimpin harus mengetahui pikiran atau kehendak (bayu) rakyat dan memberikan angin segar untuk para kawula alit atauwong cilik sebagimana sifat Sang Bayu yang berhembus dari daerah yang bertekanan tinggi ke rendah.

ü  Baruna Brata, mengandung maksud pemimpin harus dapat menanggulangi kejahatan atau peyakit masyarakat yang timbul sebagaimana Sang Hyang Baruna membersihkan segala bentuk kotoran di laut.

ü  Agni Brata, mengandung maksud pemimpin harus bisa mengatasi musuh yang datang dan membakarnya sampai habis bagaikan Sang Hyang Agni.

ü  Kwera atau Prthiwi Brata, mengandung maksud seorang pemimpin harus selalu memikirkan kesejahteraan rakyatnya sebagaimana bumi memberikan kesejahteraan bagi umat manusia dan bisa menghemat dana sehemat-hematnya seperti Sang Hyang Kwera dalam menata kesejahteraan di kahyangan.

  1. Nawa Natya

Dalam Lontar Jawa Kuno yang berjudul “Nawa Natya” dijelaskan bahwa ada sembilan kriteria yang harus diperhatikan oleh seorang pemimpin dalam memilih para pembantunya. Adapun kesembilan kriteria itu adalah :

  • Prajña Nidagda (bijaksana dan teguh pendiriannya).
  • Wira Sarwa Yudha (pemberani dan pantang menyerah dalam setiap medan perang)
  • Paramartha (bersifat mulia dan luhur)
  • Dhirotsaha (tekun dan ulet dalam setiap pekerjaan)
  • Wragi Wakya (pandai berbicara atau berdiplomasi)
  • Samaupaya (selalu setia pada janji)
  • Lagawangartha (tidak pamrih pada harta benda)
  • Wruh Ring Sarwa Bastra (bisa mengatasi segala kerusuhan)
  • Wiweka (dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk)
  1. Pañca Dasa Pramiteng Prabhu

Dalam Lontar Negara Kertagama, Rakawi Prapañca menuliskan keutamaan sifat-sifat Gajah Mada sebagai Maha Patih Kerajaan Majapahit. Sifat-sifat utama itu pula yang menghantarkan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Sifat-sifat utama tersebut ada 15 yang disebut sebagai Pañca Dasa Pramiteng Prabhu. Adapun kelima belas bagian dari Pañca Dasa Pramiteng Prabhu tersebut adalah :

  • Wijayana (bijaksana dalam setiap masalah)
  • Mantri Wira (pemberani dalam membela negara)
  • Wicaksananengnaya (sangat bijaksana dalam memimpin)
  • Natanggwan (dipercaya oleh rakyat dan negaranya)
  • Satya Bhakti Prabhu (selalu setia dan taat pada atasan)
  • Wagmiwak (Pandai bicara dan berdiplomasi)
  • Sarjawa Upasama (sabar dan rendah hati)
  • Dhirotsaha (teguh hati dalam setiap usaha)
  • Teulelana (teguh iman dan optimistis)
  • Tan Satrsna (tidak terlihat pada kepentingan golongan atau pribadi)
  • Dibyacita (lapang dada dan toleransi)
  • Nayakken Musuh (mampu membersihkan musuh-musuh negara)
  • Masihi Samasta Bawana (menyayangi isi alam)
  • Sumantri (menjadi abdi negara yang baik)
  • Gineng Pratigina (senantiasa berbuat baik dan menghindari pebuatan buruk)
  1. Sad Upaya Guna

Dalam Lontar Rajapati Gondala dijelaskan ada enam upaya yang harus dilakukan oleh seorang raja dalam memimpin negara. Keenam upaya ini disebut juga sebagai Sad Upaya Guna. Adapun keenam upaya tersebut adalah : Siddhi (kemampuan bersahabat);Wigrha (memecahkan setiap persoalan); Wibawa (menjaga kewibawaan); Winarya (cakap dalam memimpin); Gascarya(mampu menghadapi lawan yang kuat) dan Stanha (menjaga hubungan baik). Dalam lontar yang sama disebutkan pula ada 10 macam orang yang bisa dijadikan sahabat oleh Pemimpin. Kesepuluh macam tersebut adalah orang yang :

  1. Satya (jujur)
  2. Arya (orang besar/mulia)
  3. Dharma (baik)
  4. Asurya (dapat mengalahkan musuh)
  5. Mantri (bisa mengabdi dengan baik)
  6. Salya Tawan (banyak kawannya)
  7. Bali (kuat dan sakti)
  8. Kaparamarthan (mempunyai visi yang jelas)
  9. Kadiran (tetap pendiriannya)
  10. Guna (banyak ilmunya)
  11. Pañca Satya

Selain upaya, sifat dan kriteria sebagaimana yang telah disebutkan di atas, masih ada satu lagi landasan bagi pemimpin Hindu dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Landasan ini ada lima yang dikenal sebagai Pañca Satya. Lima Satya ini harus dijadikan sebagai landasan bagi seorang pemimpin Hindu di manapun dia berada. Kelima landasan itu adalah :

  1. Satya Hrdaya (jujur terhadap diri sendiri / setia dalam hati)
  2. Satya Wacana (jujur dalam perkataan / setia dalam ucapan)
  3. Satya Samaya (setia pada janji)
  4. Satya Mitra (setia pada sahabat)
  5. Satya Laksana (jujur dalam perbuatan)

Kelima ini juga harus dijadikan pedoman dalam hidupnya. Sehingga ia akan menjadi seorang pemimpin yang hebat, berwibawa, disegani dan sebagainya. Tingkat keberhasilan dari seorang pemimpin dalam memimpin itu sendiri ditentukan oleh dua faktor, yaitu : faktor usaha manusia (Manusa atau jangkunging manungsa) dan faktor kehendak Tuhan (Daiwa atau jangkaning Dewa). Sementara tingkat keberhasilannya bisa berupa penurunan (Ksaya), tetap atau stabil (Sthana) dan peningkatan atau kemajuan (Vrddhi).

Tinggalkan komentar